Menyerang Secepat Kilat, Ditandai Irama Pembawa Kematian.
DARI 100 persen kematian karena penyakit jantung, STEMI mendominasi. Angkanya 35 persen. Jenis-jenis lain yang masuk tipe non-STEMI angkanya 65 persen. STEMI adalah jenis serangan jantung akut karena pembuluh darah yang tiba-tiba buntu total. Penyebabnya, bagian otot jantung rusak permanen karena darah tidak dapat mengalir di seluruh pembuluh darah.
Dokter Muhammad Iqbal SpJP menuturkan, saat pembuluh darah buntu artinya tak mendapatkan aliran darah. Padahal, darah berfungsi untuk membawa oksigen dan nutrisi yang menyuplai kelangsungan hidup otot-otot jantung. Apabila darah tersebut tidak dapat mengalir, otot-otot jantung akan mengalami kerusakan dan kematian. Jika otot jantung mati, maka terus berkembang dan dalam satu hari akan mencapai seluruh ketebalan dinding jantung.
“Risiko meninggalnya (karena STEMI) tinggal melihat di mana lokasi sumbatannya. Jika sumbatannya terjadi di pangkal, itu membuat pembuluh darah lain tidak dapat aliran darah. Sehingga, risiko meninggal mendadaknya tinggi,” kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RSPB) ini. Masih ada harapan jika sumbatan terjadi di bagian ujung pembuluh darah. Risiko meninggal secara mendadak lebih kecil. Ini karena pembuluh darah lainnya masih mendapatkan aliran darah.
“Proses menyerangnya juga secepat kilat karena pembuluh darah tiba-tiba hilang dan aliran darah terputus. Biasanya terjadi sumbatan pada pangkal pembuluh darah. Semakin berbahaya jika timbul irama jantung tertentu yang terjadi dalam waktu dua jam setelah serangan jantung pertama,” jelasnya.
Sebagai informasi, irama jantung atau aritmia termasuk kelainan. Yakni, kondisi di mana irama jantung tidak normal. Sering juga disebut sebagai kelainan denyut. Pasien bisa memiliki irama jantung yang terlalu cepat atau lambat. Perubahan irama pun terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan rasa sakit yang hebat seperti getaran jantung, pusing, sesak napas. Berbeda jika irama jantung berjalan dengan normal, maka tidak akan membuat seseorang kesakitan. Aritmia memang tidak begitu populer, namun risikonya juga dapat menyebabkan kematian. Bahkan penyakit ini juga dapat menyerang pada jantung normal.
Iqbal mengatakan, STEMI menjadi faktor utama kematian di Indonesia karena beberapa penderita jantung koroner tidak menyadari mereka mengidap penyakit ini. Perbandingannya 50:50. Yakni, 50 persen dari total penderita menyadari mereka adalah pasien jantung, sehingga rutin kontrol dan melakukan langkah pencegahan lainnya. “Tetapi, 50 persen lagi tidak tahu bahwa sedang mengidap penyakit jantung. Mereka akan sadar, saat sudah kena serangan pertama. Ini yang membuat banyak orang bisa meninggal mendadak,” tutur dokter yang tinggal di Balikpapan Baru ini.
Penyakit yang sering disebut angin duduk oleh orang awam itu, sering kali dipicu karena olahraga yang berlebihan hingga kelelahan. Sementara, faktor penyebab STEMI di antaranya merokok, diabetes mellitus, hipertensi, kadar kolesterol tinggi, kegemukan, dan keturunan. “Kasus yang terjadi ialah dalam tubuh pasien sudah terjadi penyempitan pembuluh darah tapi mereka tidak sadar. Kemudian, mereka melakukan aktivitas yang dapat memicu terjadinya sumbatan total pada pembuluh darah seperti kelelahan karena berolahraga itu,” ujarnya.
Iqbal mengatakan, untuk mengetahui mana yang STEMI dan non-STEMI dapat terlihat dari keluhan pasien dan pemeriksaan rekam jantung yang disebut elektrokardiografi atau EKG. Biasanya penderita STEMI akan merasakan nyeri hebat di bagian dada selama 20 menit, mual, muntah, berkeringat, dan kesulitan bernapas.
Sejauh ini, penanganan kepada penderita STEMI adalah pemberian obat pengencer darah kuat dan penghilang rasa sakit. “Ketika pasien akan datang secara mendadak langsung masuk ruang UGD. Saat itu yang kami lakukan pertama adalah pemberian obat terlebih dahulu,” jelasnya.
Jika kondisi sudah mulai membaik, pasien akan langsung dibawa ke cath lab untuk menjalani pemasangan ring jantung secepatnya. Sebab, semakin cepat ring jantung dipasang maka akan semakin banyak otot jantung yang terselamatkan. “Kalau tidak bisa dipasangi ring jantung, kami akan menggunakan obat, yaitu streptokinase. Biayanya sekitar Rp 6 juta, obat ini untuk menghancurkan pembekuan darah,” ungkapnya.
Dokter yang juga praktik di sejumlah rumah sakit di Kota Minyak ini menuturkan, setiap tahun jumlah penderita STEMI memang semakin meningkat. Ini disebabkan faktor pola hidup yang tidak baik. Sehingga, cara ampuh mengurangi penderita STEMI adalah dengan metode pencegahan.
“Sosialisasi hidup sehat dengan rajin berolahraga seperti berjalan kaki, perhatikan pola makanan terutama mengurangi yang berlemak dan rutin kontrol ke dokter mulai dari usia 40 tahun ke atas,” ujarnya. (far/k15)
Sumber : //kaltim.prokal.co